Pantai Pelabuhan Ratu ,The Legend
Beach, tempat itulah yang kali ini membuat lingkar pengalaman dan pengetahuan
akan negeri yang indah ini bertambah. Bermodal adanya long weekend tepat setelah gajian, saya langsung membuat planning bersantai di pinggiran Samudera
Hindia di selatan Kota Sukabumi. Sebenarnya saya mengharapkan ada teman yang
ikut gabung supaya lebih seru, tapi berhubung tidak ada yang mau dengan alasan
mereka masing-masing jadi saya memutuskan pergi sendiri. Sepulang kerja
terakhir di minggu terakhir bulan Maret, saya mempersiapkan bawaan. Peralatan
tidur di hutan saya bawa untuk jaga-jaga kalau harus tidur di pinggir pantai. Paginya
langsung saya cus menuju “Pantainya
Nyi Roro Kidul”.
Saya menempuh rute Jakarta-Bogor-Pel.
Ratu dengan bus. Walaupun bus Bogor-Pelabuhan Ratu penuh, tanpa AC, dan macet hingga
memakan waktu hampir 5 jam dari normalnya yaitu 3 jam tapi semangat saya untuk
mengukir cerita tetap teguh walaupun akhirnya kalah juga sama capkenya berdiri
di bus yang penuh. Tidurlah saya di lantai bus tanpa memperdulikan sekitar. Sampai
di terminal Pel. Ratu rasanya sudah tidak mau saya melanjutkan perjalanan
saking bete-nya di dalam bus ditambah
ditawari ongkos ojek ke pantai sebesar 20 ribu. Tapi dengan starategi jitu (ke
kamar mandi dulu, mang !), saya bertanya ke penjaga kamar mandi dan ternyata
ada angkot menuju pantai yang cuma 5 ribu, lumayan kan 15 ribu buat makan. Sayapun
menuju pantai tepatnya Pantai Karang Hawu yang cukup terkenal di internet dan
konon adalah tempat bunuh dirinya Nyi Roro Kidul (secara tragis). Dengan angkot
ungu jurusan Terminal Pel. Ratu - Terminal Cisolok yang menyusuri beberapa
pantai lain seperti Citepus, Cimaja, Samudera Beach (Ada kamarnya Nyi Roro
Kidul) dan lainnya sampailah saya di Karang
Hawu sekitar pukul 15.30. Dan ternyata pantainya paling ramai daripada
pantai-pantai yang saya lewati tadi di angkot.
Dengan tujuan mencari pernginapan
murah saya langsung menuju posko life
guard Karang Hawu. Disana saya berkenalan dengan Kang Adi yang setelah
ngobrol-ngobrol akhirnya mengajak saya tidur di warungnya yang buka 24 jam pada
hari itu karena long weekend. Sebuah
warung beratapkan terpal yang menghadap jalan yang sepanjang malam ramai olah
mobil dari arah Pel. Ratu, serta beralaskan trotoar jalan berbalut terpal dan
tikar menjadi tempat menginap saya malam itu. Penginapan yang akhirnya saya nikmati
karena penuh candaan dan cerita-cerita lingkungan pantai bersama teman-teman
Kang Adi yang hampir semuanya penjaga pantai.
Pantai Karang Hawu tergolong
kotor menurut saya, letaknya yang tepat disisi jalan raya membuat suasana alami
pantainya seakan memudar hanya dari sisi laut yang memiliki semua ciri laut
selatan dan Karang Hawunya lah yang menarik. Ombak saat itu menurut Kang Adi
tergolong kecil hanya sekitar 1-1,5 meter, namun cocok untuk belajar surfing. Pemandangan ombak yang menabrak
karang baru kali ini saya lihat dan terllihat keren dibanding ombak di lautnya.
Puas menikmati laut pandangan saya tertuju pada sebuah karang yang menjulang
membentuk bukit yang akhirnya saya ketahui adalah yang dinamakan Karang Hawu.
Bentuknya seperti tungku yang mungkin sudah agak penyok karena abrasi
bertahun-tahun. Di tempat itulah konon katanya Nyi Roro Kidul menceburkan diri
lantaran sakit yang tidak kunjung sembuh dan menjadi legenda kemudian menginap
di Samudera Beach Hotel. Selesai berkeliling saya pindah ke pantai sebelah
untuk bersantai menikmati deru ombak. Pantai Kebon Kelapa namanya, letaknya di
balik gunung Karang Hawu. Disana lebih sepi dibanding di Pantai Karang Hawu,
namun bagi saya lebih tenang untuk menikmati sore hingga matahari terbenam. Sayangnya
sunset-nya ada di balik sebuah bukit
jadi tidak kelihatan, ditambah langit mendung saat itu.
Paginya Kang Adi yang mau
mengantarkan saya ke Java Hidden Paradise membatalkannya karena dia melatih
surfing orang Perancis dan belakangan saya ketahui bahwa disana ada tempat
latihan dan kursus surfing bernama
Wakalaka Surf. Saya banyak bertanya tentang Wakalaka Surf, dan ternyata bos
dari Wakalaka Surf adalah orang Perancis begitu juga rata-rata tempat surfing di Pel. Ratu. Alasannya karena
papan surf professional harganya mahal yaitu 8 juta untuk yang kecil dan 15
juta untuk yang besar. Ironis, padahal ombak dan lautnya milik Indonesia dan
pelatihnya pun orang pribumi. Jam 10 tepat orang-orang prancis itu datang, dan
ternyata yang latihan bukan hanya orang dewasa tapi anak-anak umur 6 atau 7
tahunan. Hebat. Kalau di indonesia paling cuma anak-anak pantai yang bisa
begitu, orang kota boro-boro boleh sama orang tuanya yang ada takut ini takut
itu saja isinya. Kata kang Adi, anak-anak pantai yang baru SD kelas 4an sudah
bisa beberapa teknik surfing dan
sudah bisa jadi penyelamat yang tenggelam. Saya jadi malu mendengarnya, saya
renang saja tidak bisa. hehe
Setelah puas menonton, hari itu, acara
di pantai Karang Hawu saya akhiri dengan menunggu mobil ELF menuju Java Hidden
Paradise di warungnya Kang Adi sambil santap siang.