“Bosan menghabiskan waktu di Semarang, saya mencoba ke Kota Batik, Pekalongan.”
engakhiri perjalanan Kereta Tawang Jaya saya di Stasiun Pekalongan.
Di Kota Batik ini saya dan pacar saya menghabiskan H-1 13 bulanan kami. Sekitar
pukul 6.00 saya di jemput dan menuju ke rumah nenek pacar saya di daerah Kajen,
Kabupaten Pekalongan. Perjalanan pagi itu adalah perjalanan melepas kangen
setelah 2 bulan terpisah oleh rel kereta yang membentang. Sampai disana saya beristirahat
sejenak sambil menikmati secangkir kopi buatannya yang rasanya berkali-kali
lebih nikmat sambil bersiap-siap untuk pergi. Suasana rumahnya nyaman karena letaknya
di pinggir jalan, ada warung dan halaman yang luas.
Setelah siap, kami berangkat untuk
membatik cinta di Kota Batik. Perjalanan yang selalu saya rindukan dengan
lingkar lengannya di pinggang sepanjang jalan. Suasana pagi yang cerah mengiringi
kami menuju tempat Wisata Keluarga Linggoasri yang letaknya di lereng
pegunungan Dieng ke arah selatan Jalan Raya Kajen. Tiba disana ternyata
tempatnya sepi dan hanya ada tanah lapang dan gazebo-gazebo tanpa pemandangan yang wah. Jadi kami hanya berfoto sedikit disana.
Puas berfoto, kami “turun gunung”
menuju Kota Pekalongan yang penuh warna selaras dengan ciri batik pesisir
Pekalongan. Canda tawa dan kadang perdebatan selalu tercipta sepanjang
perjalanan, tapi itulah cinta kami yang membuat kami bertahan sejauh ini.
Destinasi pertama kami yaitu Museum Batik Nasional di Jl. Jetayu yang memajang
koleksi-koleksi batik Nusantara. Disana, segala kewibawaan, keanggunan, dan dan
cinta tercurah pada lembaran-lembaran kain batik dengan corak dan maknanya
masing-masing. Tidak hanya dari Jawa, batik-batik luar Jawa yang menggambarkan
kehidupan juga terpajang disana. Tak mau ketinggalan, kami mencoba mencurahkan
segala kesabaran, ketelitian, dan cinta pada selembar kain dengan tulisan
“Pradhany”. Dengan kesabaran dan ketelitian kami berhasil menutupi garis-garis
tepinya dengan lilin (malam) yang disediakan. Kain itulah yang menggambarkan
cinta kami di Kota Pekalongan ini.
Makan bareng pastinya adalah event wajib saat bepergian. Selesai
berkeliling di Museum Batik, kami menuju tempat makan di Wiradesa dengan menu
ayam panggang khas Pekalongan. Di perjalanan kesana hujan turun, tanpa jas
hujan akhirnya kami basah-basahan. Tapi hujan memberikan romantisme sendiri,
seolah-olah rintangan dalam mencapai tujuan yang harus kita lalui bersama
seperti dalam menjalin hubungan. Menikmati makan siang di kala hujan malah
memberikan suasana kehangatan bagi kami. Saat hujan reda dan makanan sudah
habis, kami melanjutkan menuju International Batik Center (IBC) untuk
berkeliling –tanpa membeli. Di sinilah kami mengukir kenangan dalam beberapa jepretan kamera.
Perjalanan hari itu ditutup
dengan makan malam di Warung Sego Megono dan minum Kopi Tahlil di depan gedung
PPIP. Kemudian kami pulang. Sepanjang perjalanan kami nyanyi-nyanyi lagu daerah
yang kami tidak tahu kenapa dan maksudnya apa bisa tiba-tiba nyanyi-nyanyi.
Esok paginya kami menuju kota
Semarang menggunakan bus. Event itulah yang pertama kali kami lakukan, naik bus
bareng sekitar 2 jam. Dia tidur bersandar di bahu saya sambil berpegangan
tangan, rasanya keindahan momen itu melengkapi perjalanan –membatik cinta– kami
sebelum 2 bulan harus terpisah lagi.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar