“Berkunjung ke museum pasti kita akan disuguhi ‘harta karun’, tak terkecuali ke Museum Nasional Republik Indonesia.”
Museum ini letaknya
di dekat Monas, terlihat jelas dengan patung gajahnya di halaman depan. Karena
patung gajah yang mencolok itu maka museum ini dikenal juga dengan Museum
Gajah. Patung gajah itu adalah pemberian Raja Chulalongkorn dari Thailand pada
tahun 1871 dan terbuat dari perunggu. Gampang sekali sebenarnya buat sampai ke
museum ini. Cukup naik busway dan turun di depan hatle Monas sudah sampai di
depan museum ini.
Dulu waktu SMP (2004)
saya pernah kesini saat study tour.
Tapi dulu selain belum suka jalan-jalan yang ‘belajar-belajar’, bangunan yang
tua dan gelap pun bikin kesan tidak nyaman, dan dulu, sih, pikirannya
bangunannya angker. Tapi sekarang ternyata sama saja. Di hall utama depan pintu masuk ternyata masih seperti dulu. Tapi
sekarang rasanya lain kalau melihat bangunan tua seperti itu, rasanya berasa flashback ke tempo dulu dengan bangunan
Eropa kuno yang klasik. Tapi kontras dengan bangunan tua di hall utama, di sebelah utara ternyata
ada ruang pamer yang modern. Saya cukup terkejut juga pas masuk. Gedungnya pakai
keramik berkesan mewah, dindingnya kaca, tidak gelap, dan ada eskalator dan
lift untuk lantai Ground sampai lantai 4, jauh dari kesan tua dan kuno. Serambi
ini mulai dibangun pada 1996.
Museum tentunya
adalah tempat menyimpan barang-barang yang bernilai tinggi. Disini juga
tentunya. Berbagai benda kuno baik warisan asli atau yang ditemukan di seluruh
wilayah Nusantara terpajang sejumlah sekitar 141.000 buah di museum yang
merupakan museum terbesar se-Asia Tenggara ini.
Di ruang utama yang
klasik ketika masuk, patung-patung arca dan prasati peninggalan masa
Hindu-Budha yang akan menyambut kita. Arca-arca ini ada patung Budha, dewa Wisnu
dan yang mencolok adalah patung Bhairawa setinggi 414 cm yang merupakan
manifestasi Awalokiteswara (Tuan yang melihat ke bawah). Namun, sebagian arca
ini menjadi hanya berharga seperti batu biasa karena tidak ada penjelasan yang
lengkap. Masuk lebih dalam ada etnografi (masyarakat dan budaya) seluruh
wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Nah, ke serambi
kanan kita akan beralih dari kesan kuno ke kesan mall (modern). Disini terdapat 4 lantai yang berisi koleksi yang
berbeda pengelompokannya di setiap lantai. Berturut-turut dari lantai dasar
adalah Manusia dan Lingkungan yang terdiri dari kehidupan manusia Indonesia
dari zaman prasejarah dengan diorama-diorama yang apik. Naik ke atas yaitu Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi yang terdiri dari peralatan zaman batu hingga Perahu
Pinisi dan pesawat terbangnya Pak Habibie (semua miniatur, ya). Di lantai berikutnya
yaitu Organisasi Sosial yang berisi rumah adat, budaya-budaya masyarakat, dan
kelompok-kelompok yang hidup di masyarakat Indonesia seperti kelompok Bahari
dan Petani.
Di lantai 4 berisi
kramik-kramik yang ditemukan di Indonesia. Ada kramik yang merupakan hadiah dan
ada kramik yang ditemukan di perairan Indonesia dari kapal-kapal dagang
(terutama Cina) yang apes dan karam di Indonesia. Disini mungkin salah satu
letak harta karun. Karena pastinya kramik-kramik ini tak ternilai harganya.
Satu pesan, disini dilarang memotret, mungkin karena kalau terpublikasi bisa
menarik para “bajak laut” semacam Jack Sparrow untuk kesini. Tapi besar dan
lengkapnya Museum Nasional kurang dibarengi dengan fasilitas audio visual yang
interaktif, jadi tidak ada sesuatu yang bisa menuntun kita merasakan “Day at the
Museum” selain kita harus melihat dan membaca sendiri.
~ Salam Dolan ~