Welcome to Semak Daun |
Terbangun di Pulau
Semak Daun sekarang 6:00 cerah. Kalau di media sosial Path, banyak sekali yang
mengupdate moment seperti itu. Matahari, walaupun sedikit malu-malu dari balik awan, tetap
bekerja dengan baik memantulkan cahayanya pada pasir putih yang lembut di pulau
ini. Menuju bibir pantai, lautan biru terhampar seperti tanpa batas. Ketenangan
begitu terasa kala menyaksikan gelombang yang tenang.
Terletak tak jauh
dari pulau Pramuka, Pulau Semak Daun dapat dikunjungi dengan kapal sewaan.
Tidak ada kapal umum yang menuju kesini. Tapi setelah sampai disini, dijamin
tidak akan menyesal. Pulaunya yang kecil dapat dikelilingi hanya dalam waktu
tak lebih dari 30 menit. Pasirnya lembut. Pantainya jernih dan katanya bebas bulu
babi. Tak heran pengunjung lain banyak yang berenang menggunakan alat
snorkeling disana. Karena tidak adanya “kehidupan” disana, jadi dapat merasakan
pulau itu serasa milik pribadi.
Beberapa dari kita
ada yang berkeliling, ada yang berfoto di jembatan yang berfungsi sebagai
dermaga tempat labuhan kapal. Saya memilih berkeliling, menyusuri setiap sudut
dan lingkar pantainya.
Namun tempat sesepi
ini pun tak luput dari sampah. Ada satu sudut dimana sampah-sampah menumpuk disana.
Sampah-sampah itu butuh perhatian dari semua pihak, selain kesadaran pengunjung
juga kemauan pengelola dan pemerintah untuk terus menjual keindahan tanpa
cacat.
Sampah |
Memang, selain
keindahan yang ditawarkan, tidak ada lagi yang bisa dilakukan disana. Karena
tidak ada yang lain selain pantai, semak dan dedaunan, dan laut yang
bersahabat. Puas berfoto dan menyantap sarapan, kita lantas bersih-bersih badan
dan bersiap menuju spot snorkeling terakhir hari ini. Kapal penjemput pun sudah
siap di dermaga.
Wisata Hari Kedua
Spot snorkeling
kali ini ikannya cukup banyak. Spotnya juga lebih jernih daripada spot
snorkeling sebelumnya. Ditambah lagi, kita snorkeling di pagi hari dan tidak
dalam keadaan lelah. Jadi semangatnya lebih.
Snorkeling memang
wisata yang paling dijual di Kep. Seribu. Karena gelombangnya yang tenang dan
spotnya yang relatif banyak. Selain itu, snorkeling juga cukup aman bagi yang
tidak dapat berenang sekalipun. Berbeda dengan diving yang memerlukan keahlian
khusus bahkan lisensi.
Waktu memang selalu
menjadi pembatas setiap kegiatan. Kali ini pun, karena waktu sudah siang dan
kapal menuju ke Jakarta hanya berangkat satu kali dalam sehari, kita harus
mengakhiri kegiatan kita.
Namun, sebelum
kembali ke Pulau Pramuka, kita diajak mampir sejenak ke penangkaran hiu.
Walaupun tidak dapat disebut penangkaran, melainkan hanya sebuah kolam hias
dari sebuah rumah makan dan penginapan terapung.
Perjalanan pulang
memunculkan kekhawatiran bagi saya dan teman-teman saya yang muntah saat
berangkat. Walaupun sudah diberi tahu oleh Pak Amin, kalau pulang gelombang
tidak begitu besar, namun tetap saja kita khawatir.
Untuk mengatasinya,
saya memilih berada di haluan kapal. Dengan harapan goncangan tidak terlalu
besar dan ada udara segar. Alhasil, saya dan kedua teman saya, Anggara dan
Alicia berjajar tiduran di haluan kapal. Melihat matahari, gelombang, langit
biru, pesawat terbang, dan burung camar yang sesekali terbang rendah menyambar
ikan.
Jembatan Semak Daun |
Tiga jam perjalanan
berhasil saya lalui tanpa mual apalagi muntah. Tapi dampaknya kulit terbakar
matahari siang yang terik. Gedung-gedung mulai terlihat, menandakan Jakarta dan
segala hiruk pikuknya sudah dekat. Perjalanan ke Semak Daun berakhir membawa
garam yang terasa di badan dan mulut.
IndraRama
Jakarta, 7 Maret 2015 10:25
Tidak ada komentar :
Posting Komentar