Membangkitkan kembali gairah
dalam menjalin hubungan adalah hal yang penting demi keawetan suatu hubungan.
Apalagi saat sedang dalam masa-masa LDR (Long
Distance Relationship), memanfaatkan peluang ketemuan untuk membangun
spirit menjadi hal yang wajib. Spirit bisa dibangun dengan melakukan hal-hal
yang tidak dapat setiap hari dilakukan. Bagi kami, kami memilih untuk travelling suatu tempat, agar dapat
merasakan cinta di setiap jengkal jarak dan waktu yang kami lalui dan mendapat
pengalaman baru akan wisata-wisata di bumi pertiwi. Kali ini tujuan kami yaitu
Kota Surakarta (Solo), salah satu kota dengan daya tarik berupa warisan budaya
yang kental berupa Keraton dan Kain Batik. Setelah browsing dan mencari reverensi
nama-nama tempat wisata, kamipun siap menuju Kota Solo dangan tema “The Spirit
of Us”. Dengan menggunakan motor kamipun bertolak dari Semarang pukul 06.30
pada Minggu pagi yang cerah, 9 September 2012.
Pom Bensin Jalan Raya Boyolali-Solo |
Untuk mencapai Solo kami berjalan
ke arah selatan dari Semarang mengikuti plang “Solo/Yogya”. Perjalanan dengan
kecepatan relatif sedang memakan waktu sekitar 3 jam melewati beberapa kota
yaitu Ungaran, Salatiga, dan Boyolali. Sepanjang perjalanan menurut saya tidak
ada pemandangan yang cukup berarti hanya kota dan sawah-sawah. Di Kota Salatiga
kami sempat khawatir karena matahari di kota kaki Gunung Merbabu itu tiba-tiba
tertutup awan hitam. Kami khawatir karena tidak membawa jas hujan, tapi untung
saja memasuki Kota Boyolali matahari kembali menyapa kami. Kami sempat rehat
cukup lama di pom bensin jalan raya Boyolali-Solo yang memiliki mushola dan
tempat istirahat yang asri sebelum melanjutkan perjalanan.
Kereta Uap Jalan Slamet Riyadi |
Setelah rehat kami langsung
menuju Solo tanpa ada rehat lagi. Kami memasuki jalan protokol Solo (Jl. Slamet
Riyadi) sekitar pukul 09.30. Kesan pertama saya yaitu “Beda”, karena memang
saya belum pernah kesana. Jl. Slamet Riyadi merupaka jalan satu arah yang cukup
lebar dengan trotoar yang rapi dengan taman-taman kecil nan asri dan tempat
duduk bagi para pelancong yang semuanya baru saya temui di Solo The Spirit of
Java ini. Di sana juga ada rel kereta di pinggir jalan yang merupakan jalur
railbus salah satu transportasi kebanggaan Kota Solo. Saat disana kebetulan
sedang ada rombongan yang menyewa kereta api uap yang menjadi bonus pemandangan
bagi kami. Sepanjang perjalan kami mulai memilih tujuan wisata kami, dan yang
pertama kami putuskan menuju Keraton Surakarta Hadiningrat.
Keraton
Salah satu Kereta Kencana Sultan |
Dengan kepercayaan penuh pada plang
kamipun masuk ke kawasan Keraton Surakarta Hadiningrat yang hanya belok kanan
dari Monumen Slamet Riyadi. Keraton Surakata sendiri merupakan istana Kesunanan
Surakarta yang didirikan oleh Sultan Pakubuwono II pada tahun 1744. Ini merupakan
istana terakhir Kerajaan Mataram dan saksi bisu penyerahan kedaulatan Kerajaan
Mataram kepada VOC (Belanda). Sebelum memutuskan untuk parkir di Komplek
Kemandungan (komplek wisata utama Keraton) kami berkeliling dulu dan ternyata
kawasan keraton isinya hanya tembok-tembok tinggi dengan ornamen khas dan
patung-patung. Di balik tembok-tembok itu baru berisi rumah-rumah yang menurut
saya serumpun (RT atau RW). Kami melewati Alun-alun Lor (Utara) dengan yang
terdapat 2 pohon beringin yang dipagari di tengahnya (Dewodaru dan Joyodaru).
Setelah berkeliling kami memutuskan untuk parkir dan memasuki kawasan
Kemandungan. Sebelumnya kami sempat berfoto di garasi kendaraan Sultan
Pakubuwono berupa Kereta Kencana dan mobil-mobil tua. Namun ada satu mobil Suzuki
APV yang katanya kendaraan cucu sultan. Disana juga ada 2 orang penjaga yang
dapat pula diajak berfoto bersama.
Pekarangan Ruang Utama Keraton |
Selesai foto, kami masuk ke
museum Keraton. Layaknya museum biasa isinya yaitu peninggalan-peninggalan
Keraton kuno seperti senjata, kendaraan, kebudayaan, perkakas, dan surat-surat
perjanjian. Kami masuk ke bangunan utama Keraton dengan pekarangan beralas
pasir hitam pantai selatan dan deretan pohon sawo kecik yang melambangkan
sesuatu yang serba bagus yang jumlahnya 76 buah. Disana pengunjung dilarang
menggunkan alas kaki terbuka (sandal). Jika memakai sandal maka harus dilepas. Bangunan
utama disana juga dihiasi beberapa patung khas Eropa kuno berupa patung
malaikat bersayap dan ornamennya berupa tiang putih bergerigi seperti kuil-kuil
yunani kuno. Setelah cukup puas kami bertolak dari Keraton dan mencari suasana
alam dengan memutuskan menuju lereng Gunung Lawu (Wisata Tawangmangu).
Tawangmangu
Grojogan Sewu |
Untuk mencapai Tawangmangu dari kota
Solo kita mengambil jalan dengan arah Surabaya menuju kota Karanganyar. Perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam. Menuju gunung merupakan sensasi tersendiri bagi
saya, saat Gunung Lawu mulai terlihat, hasrat mendaki saya semakin besar. Setelah
melewati medan menanjak dan berkelok kamipun tiba di objek wisata Air Terjun
Grojogan Sewu, Tawangmangu. Tanpa basa basi kami langsung membeli tiket masuk.
Kamipun turun menuju lokasi air terjun melalui anak tangga yang banyak dengan
beberapa kera di sekitarnya. Disana merupakan tempat bersantai bersama keluarga
dan pasangan, hawa gunung yang dingin seolah menjadi kehangatan ditengah canda tawa.
Selain air terjun setinggi 81 meter disana terdapat area outbound, arung jeram
kecil, dan kolam renang bagi anak-anak. Disana kami berfoto, makan dan
mengobrol sambil menikmati gemericik air di bebatuan sungai di bawah air terjun. Selepas
solat ashar kami memutuskan pulang dan melewati anak tangga lagi untuk naik. Ternyata
jumlah anak tangga dari pintu masuk hingga keluar adalah 1.250 buah (lumayan
tinggi juga ya). Kamipun bertolak langsung dari Tawangmangu menuju Semarang dan
tiba di Semarang sekitar pukul 08.00 dengan selamat.
Bonus Picture
Alun-alun Lor (Utara) |
Menu Makan Siang |
Ornamen Yunani Kuno di Keraton Surakarta |
Aset Museum (Seni Gamelan Jawa) |
Mungkin Berguna
Foto di garasi Keraton : 3.000/orang
Foto dengan penjaga : seikhlasnya
Masuk Museum Keraton : 10.000/orang
Masuk Grojogan Sewu : 6.000/orang
Tidak ada komentar :
Posting Komentar