Jazz Atas Awan (Twitter : @FestivalDieng) |
Dentuman bass yang kental, suara melengking dari tiupan saksofon, suara
vokal yang berat, serta suara gitar yang slow mengalun di atas panggung musik
bertajuk Jazz Diatas Awan. Lagu Juwita Malam yang dibawakan oleh para musisi
dari Bank BPD Jateng mewarnai salah satu rangkaian acara Dieng Culture Festival
2014. Acara yang berlangsung pada malam hari hingga dini hari ini menyuguhkan
sebuah acara modern dalam serangkaian acara budaya tradisional. Membuktikan
bahwa dalam seni, pembauran antar generasi sangat mungkin terjadi.
Dieng Culture Festival (DCF) merupakan acara tahunan yang diadakan di
kawasan Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau). Acara ini berlangsung dua hari
yaitu 30-31 Agustus 2014. Acara puncaknya adalah upacara pencukuran rambut
gimbal anak-anak Dieng. Di luar dari itu, acara pendukungnya sangat beragam,
mulai dari acara budaya tradisional, musik dangdut, musik jazz (Jazz Atas Awan),
kompetisi film dan acara-acara yang menyuguhkan suasana kebersamaan seperti
menerbangkan lampion dan bakar jagung bersama. Ditambah lokasi yang sangat
dingin dan tenda-tenda pengunjung yang berkumpul di camping groud yang telah
disediakan, acara yang sudah berlangsung kelima kalinya ini menarik ribuan
wisatawan untuk mengikuti rangkaian acaranya atau sekedar menikmati suasana
riuh dan indahnya kebersamaan.
Dimulai sekitar pukul 19.30, penonton begitu antusias memadati tanah lapang
komplek Candi Arjuna. Berbeda dengan menonton konser musik jazz biasanya, yang
terkenal sebagai musiknya orang-orang berjas, Jazz Atas Awan menyuguhkan
suasana yang “merakyat”. Penonton tidak duduk di dalam ruangan mewah, tetapi
duduk lesehan di atas rumput basah tanah Dieng. Beralas matras atau tidak,
semua berbaur mendengar alunan musik dan menikmati suasana alam salah satu
dataran tinggi terbesar ini. Hawa dingin dan berkabut tentu tidak cocok untuk
menggunakan jas, tapi lebih tepat menggunakan jaket tebal untuk menghalau hawa
dingin tersebut.
Lampion (Twitter : @FestivalDieng) |
Bersama-sama teman seperjalan, kekasih, atau keluarga, suasana konser
musik ini memang layak untuk dinikmati bersama. Duduk bergerombol dan saling
bercengkrama, dapat sejenak menghangatkan suasana. Saya sendiri duduk bersama
teman-teman yang baru saja berkenalan satu hari. Dari yang tadinya hanya
berempat, saat menikmati Jazz Atas Awan rombongan kami jadi sepuluh orang.
Semuanya sama, ingin mendengar musik dan menikmati suasana. Suasana pertemanan
yang menjadikan malam yang dingin sedikit beranjak.
Ditengah-tengah lagu yang mengalun. Lampion-lampion beterbangan menghias
awan menuju entah kemana. Penerbangan lampion juga termasuk dalam rangkaian
acara malam itu. Nada-nada lagu jazz seolah terbang bersama merah padam lampion
di atas langit. Menggema ke seluruh penjuru dataran tinggi Dieng yang damai. Kontras
mewarnai langit yang pekat. Masing-masing penonton yang bertiket Dieng Culture
Festival memang mendapat satu lampion untuk diterbangkan pada malam itu. Namun
sayangnya penerbangannya tidak ada aba-aba sehingga tidak serentak. Kami
bersepuluh membawa delapan lampion, namun hanya dua yang dapat terbang. Yang
lain sobek karena udara yang basah karena kabut yang tebal.
Kembang Api (Twitter : @FestivalDieng) |
Ditengah riuhnya musik, puluhan mungkin ratusan kembang api berdentum di
langit. Awalnya jarang-jarang, namun saat puncaknya, sekitar 30 menit langit
yang pekat menjadi lebih berwarna dengan percikan kembang api yang
berwarna-warni. Dentuman demi dentuman menarik perhatian penonton untuk melihat
ke langit. Malam itu langit Dieng memang sedang dihias. Dengan alunan musik,
merah padamnya lampion, dan terakhir iring-iringan cahaya warna-warni kembang
api. Jazz Atas Awan - Deing Culture Festival 2014, suasananya mengalun seindah
musiknya.
IndraRama
Jakarta, 03 September 2014
Tidak ada komentar :
Posting Komentar