Alkisah,
Kumbakarna, adik dari Rahwana mendapat sebuah kesempatan dari Dewa untuk
meminta sebuah permintaan yang pasti dikabulkan. Karena sihir Dewi Saraswati,
maka permintaan Kumbakarna menjadi “tidur abadi”. Dewa Brahma yang bertugas
mengabulkan pun terkejut, tetapi mau bagaimana lagi. Kata-kata sudah diucapkan,
dan akhirnya Kumbakarna tertidur abadi.
Tak ada yang dapat
membangunkan Kumbakarna. Hingga perang besar dalam cerita Ramayana, antara pasukan kera dan
kerajaan Ayodya yang dipimpin langsung oleh Rama dengan Kerajaan Alengka di
bawah komando Rahwana, meletus. Saat itulah Kumbakarna dibangunkan oleh Rahwana. Kumbakarna
kemudian mengamuk untuk melindungi Alengka. Pasukan Ayodya kewalahan dan hampir porak
poranda jika Raden Lesmana tidak turun langsung.
Wisata Galunggung |
Cerita diatas hanya
intermezzo tentang sebuah kata “tidur”. Tidur yang panjang, namun saat
terbangun langsung mengamuk tak terkendali. Itulah ancaman yang masih akan
selalu tinggal di Indonesia. Gunung-gunung api yang melingkari Tanah Air, hanya
sedang tertidur untuk kemudian menciptakan sejarah kelam bagi Indonesia. Tengok
saja sejarah letusan dahsyat yang ada di dunia, semua didominasi gunung di
Indonesia. Gunung Toba, Gunung Samalas, Gunung Tambora, Gunung Krakatau, dan yang kita
kunjungi (28/3), Gunung Galunggung.
April 1982, letusan
dahsyat mengguncang Tasikmalaya. Tempat dimana Gunung Galunggung berdiri. Tak
kurang 22 desa di kaki gunung menjadi desa mati tak berpenghuni. Warga mengungsi
bahkan hingga satu tahun lamanya. Debu, lava pijar, material bumi berhambur
memusnahkan apa saja yang dilewatinya. Tanah pun terbakar dan gosong.
Saat letusan memang
sebuah bencana. Namun pasca letusan, saat Gunung tersebut tidur lagi, tanah
subur dan material alamnya menjadi sebuah berkah bagi warga yang kembali
membangun kehidupan disana. Pasir yang berkualitas, salah satunya menjadi
komoditas Gunung Galunggung.
Letusan yang
memangkas kubah gunung hingga 40% itu juga sekarang ini malah menjadi objek
wisata. Kawah yang terbentuk menjadi daya tarik untuk dikunjungi. Wisatawan
yang saat ini masih diominasi wisatawan lokal banyak berkunjung ke sini.
Stairway To Carter |
Selain kawah yang
dapat ditempuh dengan menaiki anak tangga sebanyak 620 itu, pemandian air panas
dan air terjun di kaki gunung menjadi nilai jual gunung ini.
Kita tiba disana
menjelang petang. Hujan gerimis benar-benar membatasi ruang gerak kita. Kita
hanya sempat menikmati kawah dari atas, dan tidak dapat turun karena cuaca yang
tidak bersahabat. Kawah dengan airnya yang berwarna hijau mejelma hadiah bagi
orang-orang yang ingin menapaki jejak-jejak gunung yang pernah menggemparkan
Tanah Air.
Hujan dan waktu
yang cepat berlalu memaksa kita menyudahi kunjungan ke kawah. Di kaki gunung,
terdapat banyak warung 24 jam untuk bermalam. Tentunya selain membuka tenda di
area kawah. Warung malam itu menciptakan kontras antara dinginnya udara gunung dan
hangatnya obrolan bersama teman.
Galunggung hanya
tidur. Seperti Kumbakarna, dia sewaktu-waktu dapat bangun dan kembali mengamuk.
Warga disana tentunya tahu, namun tidak ada yang bisa dilakukan selain pasrah
dan mejalani hidup selagi Galunggung tertidur.
Masyarakat di
gunung api aktif memang memberi pelajaran bagi kita. Pelajaran akan sebuah
hidup bersahaja, hidup yang hangat, dan hidup yang selalu berserah pada alam
dan Tuhan di bawah ancaman letusan. Bahkan tanpa perlu mempercaiyai takdir pun,
letusan pasti akan terjadi lagi dan meluluhlantakan tanah mereka. Mereka hanya
berkesempatan protes pada Tuhan, namun tetap harus menaggung bebannya.
Berkacalah, bahwa
hidup hanya menunda kekalahan. Selamat tidur Gunung Galunggung. Bangunlah di
saat yang “tepat”.
Kawah |
Indrarama
9 April 2015 00:57
Tidak ada komentar :
Posting Komentar