Sama seperti dendam, kerinduan juga harus dituntaskan. Sastrawan Eka Kurniawan mengatakan itu. Rindu memang tidak berupa. Rindu ada dalam hati tiap manusia. Hilang dan muncul meminta untuk selalu di tuntaskan. Kerinduan bukan soal puisi yang dibuat kala hujan. Kerinduan soal memori yang muncul dan meminta untuk diulangi.
Suryakencana. Padang yang luas di kawasan Gunung Gede Pangrango itu selalu menjadi rindu bagi siapa saja yang pernah menginjakkan kaki di sana. Menikmati dinginnya udara. Melawan kencangnya angin. Menikmati aroma bunga-bunga. Meresapi indahnya edelweis yang berjajar. Kemudian bersemangat menyambut matahari bangun dari tidurnya.
Istirahat Sejenak (Dok. Pribadi) |
Tak terkecuali aku. Dua tahun lalu aku berkunjung ke sini. Berbaring di tanahnya. Dikelilingi alang-alang yang bergoyang karena angin. Memandang tebing-tebing hijau pegunungan.
Kali ini aku dan teman-temanku dari club XL Adventure berkesempatan berkunjung lagi ke sini. Mendaki. Berjalan jauh untuk menuntaskan kerinduanku pada Alun-alun Suryakencana dan puncak Gunung Gede. Pegunungan ini membentang di kawasan Puncak Bogor, Cianjur, dan Sukabumi. Menjadikan kawasan kaki gunungnya menjadi sebuah kawasan yang sejuk. Kontras dengan Ibu Kota Jakarta. Tak heran jika kawasan Puncak Bogor menjadi tujuan wisata akhir pekan warga Jakarta. Dan gunung ini menjadi ramai saat akhir pekan. Gunung tujuan pelancong-pelancong Jakarta yang ingin menikmati suasana alam.
Ada tiga jalur untuk memasuki dan mendaki kawasan Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP). Jalur Cibodas, Gunung Putri, dan Selabintana. Kedua jalur pertama berada di kawasan Puncak, sedangkan yang terakhir berada di Sukabumi. Cibodas merupakan jalur favorit pendaki. Karena lokasinya yang bedekatan dengan lokasi wisata Cibodas.
Jika dilihat dari jaraknya, maka Jalur Gunung Putri adalah yang terpendek. Untuk mencapai Alun-alun Suryakencana ditempuh dengan jarak 6 Km. Cobodas dan Selabintana masing-masing 13 Km dan 14 Km. Kita memilih jalur Gunung Putri. Selain karena pendek, kita memiliki kenalan di sana yang dapat mengurus ijin mendaki. Mengingat ijin memasuki kawasan TNGP cukup panjang prosedurnya.
Fajar Merah
Dari rumah tempat kita menginap, cahaya matahari pagi masuk dari jendela lantai dua kamar kita. Semburat jingga kemerahan membangunkan kita semua. Kita akan memulai pendakian hari ini. Fajar kemerahan itu adalah simbol semangat kita untuk melepas rindu yang menggebu.
Setelah bersiap membereskan semua barang. Tas carrier berukuran besar-besar pun sudah mantap menempel di punggung kita masing-masing. Ditopang energi dari nasi goreng ayam, kita akan siap menikmati perjalanan menanjak tak kurang dari enam jam perjalanan.
Langit Biru Suryakencana (Dok. Pribadi) |
Memasuki hutan yang rapat. Melihat tanjakan demi tanjakan. Menyapa sesama pendaki yang sedang beristirahat. Sesekali kita pun beristirahat saat nafas mulai berat, dan kaki mulai pegal. Istirahat sejenak untuk kemudian melangkah lagi. Istirahat lagi. Melangkah lagi. Sampai cahaya terang di depan kita muncul tanda bahwa jalur hutan sudah berakhir dan Suryakencana sudah di depan mata.
Lelah sejenak lenyap. Kesah berubah gembira. Peluh menjadi tawa. Suryakencana. Padang luas itu akhirnya kutemui lagi. Matahari masih jauh menuju benam. Namun udara dingin begitu menggigit. Di tanah yang luas itu tampak segala macam aktifitas para pendaki. Ada yang baru tiba, mendirikan tenda, bermain, berfoto, mengambil air, atau sekedar duduk-duduk melepas lelah setelah pendakian.
Setelah mendirikan tenda sedikit ke dalam semak-semak untuk mengantisipasi angin gunung, aku duduk mengulang memori dua tahun lalu. Bersama kopi, rokok, dan buku. Aku nikmati dinginnya sore itu. Sebelum malam tiba, saat langit masih bercahaya, aku menuntaskan rinduku.
Edelweis Suryakencana (DOk. Pribadi) |
Malam tiba. Bukan sunyi namun malah riuh. Ratusan pendaki yang memilih camping di sini mungkin sama dengan kita yang sedang bercengkarama sambil menyiapkan makan malam. Di depan api unggun, aku menghangatkan badan. Menikmati malam, mengobrol dengan teman seperjalanan, menyiapkan ayam bakar untuk santap malam. Di selimuti langit cerah dan dingin menusuk, aku berkata dalam hati “telah tuntas rinduku padamu, Suryakencana.”
Tidak ada komentar :
Posting Komentar