Puncak Kentheng Songo 3145 mdpl |
Inilah kali kedua saya
meninggalkan jejak di kaki langit di Jawa Tengah. Saya harus menunduk untuk
melihat awan dan melihat puncak Gunung Merapi, twin tower Sindoro Sumbing, Telomoyo
tanpa perlu mendangak ke atas. Kali ini Gunung Merbabu, gunung tertinggi ke-9 di Pulau Jawa dengan ketinggian
3145 mdpl yang saya singgahi. Gunung ini adalah gunung api yang
terletak di Kab. Boyolali dan Kab. Magelang.
Kita berempat (saya, mualim,
ibnu, dan taufik) bersama menempuh track yang panjang demi mencapai puncak.
Selama dalam pendakian saya memetik beberapa pelajaran berdasarkan apa yang
kami alami.
1. Menerawang
Masa Depan
Ini berkaitan
dengan persiapan, selama pendakian kesiapan kita saya rasa kurang untuk logistik
makanan kami hanya berbekal mie instan, roti tawar 10 lembar, dan lauk (telur
dan sarden). Disini kita tidak memperhitungkan kondisi track yang panjang dan
adanya teman yang mudah lelah dan lapar. Untuk perlengkapan kita kekurangan
matras sehingga alam yang dingin menjadi lebih menusuk karena tenda yang tanpa
matras. Namun ini menjadi pengalaman berguna untuk pendakian selanjutnya.
2. Berbagi
Dengan logistik
seadanya, kita berusaha bertahan menuju puncak, kita mebagi roti tawar dengan
setiap merasa lapar mengambil 2 lembar dan membagi 4. Dan itu membuat roti
tawar terasa “manis” dengan toping berbagi dalam keadaan saling membutuhkan.
Juga ketika kita diharuskan berbagi matras dan sleeping bag yang hanya ada 1.
3. Persahabatan
dan Kebersamaan
Disana kita
mendapat teman baru 4 orang pendaki dari kelompok Trisala, Salatiga mereka
sangat bersahabat dan banyak membantu kita. Mereka membagi logistik dengan kita
yang dirasa kurang, malam hari ketika jarum dingin menerobos pori-pori langsung
ke tulang kita berkumpul di tenda mereka
memasak mie instan untuk makan malam, dan kopi untuk sekedar menghangatkan
badan. Benar bahwa mie dan kopi terasa lebih hangat saat kita menikamati
bersama dalam ruang tenda sempit diselingi gelak tawa.
Pengalaman saya
pribadi yaitu keluar tenda menuju tenda pendaki lain dan berkumpul di tengah
api parafin dengan secangkir jahe hangat yang rasanya menakjubkan di
tengah angin dan dingin sambil diiringi alunan lagu dengan alat musik ukulele.
4. Perjuangan
Ini adalah kata
wajib dalam pendakian, saya pribadi benar-benar berjuang langkah demi langkah
untuk akhirnya sampai ke puncak tertinggi. Dengan berbagai kendala kita
berjuang mengatasinya, dari mulai logistik, sepatu teman yang rusak, dan yang
paling berkesan adalah semalaman menahan dingin dan terpaan angin yang
menyelimuti kita berempat.
Perjuangan tidak
lepas dari bagaimana kita menganggap diri kita seperti apa, jika kita
mensugesti diri kita untuk bisa melawan semua rintangan untuk mencapai puncak
maka kita pasti bisa meraihnya namun tetap realistis dengan situasi dan
kondisi. Ketika dingin jika kita hanya diam dan mengeluh dingin maka kita akan
terasa semakin dingin, berbeda dengan kita yang bergerak dan berusaha melawan
dengan kegiatan, maka dinginakan sedikit terlupakan.
5. Religi
Nilai religi
yang saya dapat terutama adalah rasa syukur dan do’a. Di tengah gunung yang
penuh tantangan kita benar-benar disuguhkan lukisan Tuhan yang menakjubkan.
Seperti pada puncak dimana sejauh mata memandang saya melihat awan dan puncak
gunung-gunung tetangga yang menakjubkan.
Selain itu
banyaknya rintangan membuat saya banyak-banyak berdo’a agar dapan mencapai
puncak dan pulang ke rumah dengan selamat, walupun harus beribadah ditengah
ganasnya alam dan malam.
Pendakian memang tidak hanya kaki
yang mendaki, namun hati kita ikut mendaki. Dengan kaki kuat dan hati yang
“bersih”, akhirnya saya dan mualim bisa merasakan merebahkan badan dipuncak
tertinggi gunug Merbabu ini dan beristirahat sejenak sebelum akhirnya turun dan
kembali ke rumah dengan selamat.
Merbabu, 23 - 24 Maret 2012