“Saya pernah baca blog yang
merasa modernisasi pada suku Baduy Luar adalah hal yang bertentangan dengan
budaya leluhur. Hmm, benarkah ?”
Welcome Picture |
Orang Kanekes atau Suku Baduy adalah sebuah kelompok masyarakat
sub-etnis Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Mereka menerapkan prinsip
isolasi dari dunia luar. Walau prakteknya, itu hanya terjadi di masyarakat
Baduy Dalam secara utuh. Sedangkan masyarakat Baduy Luar yang sebagaimana sudah
jadi rahasia umum, sudah membuka diri dengan dunia luar. Bahkan mereka sudah
ada yang pakai BlackBerry dan punya Facebook walaupun rumahnya masih memakai
bambu dan beratap injuk.
Ironisnya, mereka pakai handphone tapi tidak punya listrik. Jadi mereka
nge-cas handphone di luar perbatasan yang ada listriknya. Pemenuhan kebutuhan
tersier di atas kebutuhan primer sepertinya. Jadi kesimpulan saya, hanya Baduy
Luar yang terluarlah yang sudah memakai fasilitas teknologi. Karena semakin
jauh ke dalam, semakin jauh juga akses listriknya. Setuju ?
Masyarakat Baduy Luar tetap memanfaatkan kehijauan alam mereka dalam
mencari nafkah. Di luar hasil penjualan kerjianan kain dan aksesoris dan
pemasukan dari pengunjung, berbagai hasil sawah dan ladang tetap menjadi modal utama
mereka untuk ditukarkan rupiah untuk makan dan kebutuhan lainnya. Beberapa
untuk beli pulsa. Hehehe.
Kehidupan Berladang dan Bersawah |
Walau begitu, di beberapa kegiatan, sinergi mereka dengan alam hilang.
Contohnya, walaupun mandi di sungai, mereka menggunakan sabun kimia yang
dilarang di Baduy Dalam karena alasan pencemaran sungai.
Warna hijau di Baduy Luar sudah tidak lagi hanya terlukis di alamnya. Pakaian
yang mereka gunakan sudah baju-baju modern dengan sablon dan warna kain yang tentunya
tidak hanya hijau. Salah satu produk yang mereka hasilkan juga hasil tenun
dengan benang warna-warni. Kata Pak Syarif (warga Baduy Luar), tenun disana
tidak memiliki corak dan filosofi khusus khas Baduy. Makanya harganya di
pameran kerajianan nasional jauh lebih murah dari tenun-tenun Sumatera seperti
Ulos dan Songket.
Tapi sudahlah, jangan hanya menghakimi pergeseran budaya di masyarakat
Baduy Luar. Toh, budaya adalah sesuatu yang bergerak. Karena pergeseran itu
juga kita bisa mengenal masyarakat Baduy dan berkunjung kesana untuk mencari
pengalaman atau sekedar update media sosial. Jadi kalau boleh saya luruskan,
masyarakat Baduy Luar (yang paling luar) adalah portal antara dimensi kita
dengan dimensi Baduy Dalam. Dimensi 16M Color-nya Galaxy S4 dengan dimensi monochrome-nya Nokia 3310.
Dengan adanya pengunjung tentu membantu kehidupan sehari-hari mereka.
Apalagi, Pak Syarif, yang pernah jadi penghubung Baduy dengan Pemda, bilang,
Baduy adalah salah satu sumber pemasukan Provinsi Banten dari bidang
pariwisata. Tak tanggung-tanggung pada tahun 2013, Baduy harus setor ke Pemda
sebesar 10 juta rupiah. Dan disitulah tentu saja sikap membuka diri dengan
dunia luar dibutuhkan. Karena tiket masuk saja katanya tidak bisa meng-cover
angka tersebut.
Tenun |
Pendapat terakhir saya, asalkan jangan sampai ada warnet dan game online
di Baduy. Maksudnya tetap menganut pada budaya leluhur dengan teknologi sebagai
fasilitas untuk terus melestarikan budaya tersebut. Dalam skala lebih besar,
Jepang, walaupun terkenal dengan teknologinya, masih tetap terkenal sebagai
bangsa yang menjunjung tinggi kebudayaan leluhurnya.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar