“Kok judulnya ngaco? Memang mau bikin apa? |
Ya, inilah imajinasi, bisa melesat menuju MACS0647-JD, galaksi terjauh dari
Bimasakti, bisa juga menukik ke palung laut terdalam, Mariana, di Pasifik.
Kamera hanya sebatas Bumi, imajinasi mencakup semesta bahkan alam gaib.”
Sendiri tetap Eksis |
Planet Pluto
sepertinya menarik untuk dianalogikan pada kesendirian saya di Dieng Plateau. Walaupun
tidak sedalam penjelasan NASA . Setidaknya Pluto itu sama misterius dan anehnya
dengan kesendirian saya.
“Sialan lu, bilang
sendirian!”
Tersedak granat saya
mendengar suara itu. Saya kenal suara itu. Itu teman-teman saya dalam
kesendirian, otak kanan dan otak kiri saya. Dengan karakter masing-masing yang tercermin di diri saya. Dalam seni lukis otak kanan itu surealisme dan otak kiri realisme.
“Hai apa kabar kalian
? Hehehe.” Tanyaku sambil mesam-mesem berusaha mengeja kata ‘maaf’.
“Huh, mentang-mentang
habis ditikam cinta dan dilempar badai. Jalan-jalan sendiri. Bikin cerita
sendiri juga. Gak mau ngajak kami?” Kata otak kanan saya masih saja membuka
kenangan itu.
“Iya lu, mau gue bikin gak bisa kerja lagi?!” Otak kiri. Memang agak getir
hidupnya, lurus kayak jalan tol. Tidak punya rasa. Tapi, ya, dia juga yang
bikin saya bisa cari uang.
“Hehehe, lupa
mas-mas.” Saya masih mengeja kata ‘maaf’ yang belum lengkap, baru ‘maa’ dan
setengah huruf ‘f’. “Yaudah, yuk ikut!”
Daripada kepanjangan,
saya tarik saja meraka langsung ikut. Mencatatkan semua pengalaman saya yang
mungkin bisa jadi mahar nikahan saya. “Saya terima nikahnya anu binti/bin (sama
saja) anu dengan mas kawin sebuah cerita dibayar tunai.”
Sendiri dan punya
nyali pergi sendiri itu anugerah bagi saya (terdiri dari saya, otak kanan dan
otak kiri saya). Lihat saja, Arjuna ke Himalaya sendiri, Hanoman ke Alengka
sendirian, Nabi Muhammad tadinya juga sendiri, sperma bapak kita ke sel telur
ibu kita juga cuma sendiri yang jadi kita.
“Tapi kan kamu bukan
ketiganya, apalagi Nabi. Yang terakhir oke lah.”
Ya saya memang bukan
ketiganya. Tapi saya punya makna kesendirian sendiri. Toh, mereka juga hanya
terduga dan imajinasi.
“Hus ngawur koe, Nabi-mu disebut terduga.”
Bukan dari perspektif
saya lah. Dari prespektif agama lain kan Tuhan, Nabi dan agama saya cuma
dianggap “terduga”. Dulu ada juga “terduga agama” namanya The Beatles dan “terduga
rasul”-nya John Lennon.
Salah Satu Teman Saya |
Biar saya sendiri
menikmati keseksian Dieng Plateau, tapi sebenarnya saya punya teman-teman
setia. Di dunia nyata saya selalu ditemani coklat Cha-cha, rokok dan buku.
Coklat Cha-cha itu biar seperti Petualangan Sherina. Walaupun sekarang saya
lebih menunggun ada film Petualangan Syahrini. Rokok, kawan setia sehabis
bekerja. Kalau buku, ya apa lagi selain pembunuh waktu yang efektif, plus
mengasah teman-teman dunia aneh saya. Otak kanan dan otak kiri.
“Terima Kasih.” Otak
kanan menimpali lembut, selembut puisi cinta Kahlil Gibran.
Sementara otak kiri
hanya mengangguk teratur. Seteratur bilangan cacah tapi senaif bilangan biner
yang cuma satu dan nol.
Salah satu kenikmatan
kesendirian adalah tersebarnya aura kita, atau apalah namanya. Coba saja saat
kita jalan rombongan, pasti aura-aura kebersamaan hanya terpancar ke
teman-teman rombongan kita. Kalo sendiri mau ke siapa lagi selain ke
orang-orang yang ditemui yang malah lebih unik karena punya hidup yang berbeda.
Sendiri juga kita bisa
bebas melakukan yang aneh-aneh. Dan karena itulah saya merasa menjadi Planet
Pluto. Pluto itu saya anggap kesendirian sebuah planet. Di 2006 dia resmi
dikeluarkan dari planet. Naik banding ke tingkat kasasi, akhirnya dia diadili
final sebagai dwarf planet atau
planet kerdil.
Orbit Pluto (google.com) |
Kenapa? Salah satu
alasannya karena orbitnya aneh. Orbitnya tidak lingkaran atau elips teratur
seperti planet lain. Orbitnya tak beraturan. Pada tahun 1999 malah jarak Pluto
ke matahari lebih dekat daripada Neptunus. Hanya gara-gara dia aneh, dia
dikeluarkan dari kasta tertinggi kedua di tata surya. Ah, tapi itu kan sains,
ilmu yang sama anehnya dengan ilmu sihir.
Otak kiri saya senang
sekali pastinya, walaupun hanya ada tatapan setajam Gandewa milik Arjuna.
Otak kanan, dia memang
selalu tenang penuh keindahan seperti Semar.
Oke, tapi sendiri itu
pilihan. Ikuti panggilan jiwa, mau sendiri atau bersama. Sendiri itu tidak
selamanya baik, walaupun aneh juga tidak selamanya buruk. Saya memilih sendiri
karena alam Kahyangan Dieng seperti menarik saya untuk menikmatinya dalam
kesendirian. Dan tentu saja karena ingin berkencan dengan duo makhluk dalam
tengkorak saya.
Saya adalah Pluto
dalam dua hari di Dieng. Walaupun Pluto sekarang sudah sendiri tapi namanya
tetap tidak akan hilang dari lagu anak-anak yang judulnya “Planet-planetan”.
Dan saya yakin Pluto dengan keunikannya masih tersenyum menjalani 248 tahun revolusinya
pada orbitnya yang aneh. Senyuman getir, senang, atau dendam? Entahlah.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar