Bukan sesuatu yang berlebihan jika mengatakan bahwa musik adalah bidang
kesenian yang paling banyak peminatnya. Dibandingkan kesenian lain seperti seni
lukis, seni peran, dan sastra, seni musik lebih luas pemintanya karena
pengembangannya dapat relatif lebih luas. Variasi dan alirannya lebih mudah
dipadu-padankan untuk menghasilkan sebuah musik yang baru. Musik dengan
nada-nada yang dihasilkan cenderung lebih dapat melekat dalam rasa orang-orang
dibandingkan kesenian lain yang setidaknya mengharuskan untuk sedikit mengerti
teorinya.
Pameran Oganologi |
Disamping keragaman musik etniknya, Indonesia menyimpan warisan musik
yang merupakan hasil dari akulturasi beragam budaya. Hasil evolusi musik
Portugis asal bangsa Moor, Cina, dan tak lepas dari peran Jakarta tempo dulu
sebagai pusat perdagangan laut Nusantara. Musik inilah yang kemudian disebut
musik keroncong.
Melihat kebesaran nama dan sejarah musik keroncong, Dewan Kesenian
Jakarta melalui Komite Musik-nya mengangkat judul “Keroncong : Riwayatmu,
Kini..” pada acara Pekan Komponis 2014 yang berlangsung dari 21-26 Oktober
2014.
Ajang tahunan ini secara umum mempertemukan para komponis muda dan
komponis senior dalam menggarap dan memperkaya satu komposisi musik yaitu
keroncong. Mereka berbagi panggung dalam menghidupkan kembali roh keroncong dengan
genre mereka masing-masing. Dengan gaya bermusik berbeda, mereka mencoba
mengeksplorasi, mengemas dan menampilkan keroncong menjadi sebuah bunyi baru.
Menciptakan harmoni keroncong dan menjadikan warna musik keroncong dalam
konteks kekinian. Disamping pertunjukan, acara lain yaitu diskusi, pameran, dan
pemutaran film bertema keroncong juga dihadirkan.
Gambang Keroncong
Seperti yang dikatakan salah satu komponis Donny Koeswinarno bahwa
keroncong itu seperti musik blues.
Memiliki sebuah pola chords yang sama dalam penciptaannya. Sehingga, asalkan dapat
mengikut pola tersebut maka beragam aransemen baru dapat diciptakan.
Altajaru Ensamble |
Hal inilah yang juga dilakukan oleh salah satu kelompok musik, Altajaru
Ensamble. Tampil pada hari Sabtu, 25 Oktober 2014 sebagai penutup, mereka
berhasil membawa penonton menikmati paduan musik gambang kromong dengan cengkok
keroncong yang tidak hilang.
Mereka sama sekali tidak menggunakan instrumen utama keroncongnya, yaitu
ukulele cak dan cuk serta kontra bass yang biasanya berfungsi sebagai pengatur
ketukan atau kendangan. Instrumen yang mereka gunakan justru instrumen utama orkes Gambang Kromong.
Itulah mengapa Raras Miranti, pengajar seni musik Institut Kesenian Jakarta,
menyebutnya Gambang Keroncong. Mereka mencoba menyamarkan paradigma bahwa instrumen tertentu, dalam hal
ini orkes gamelan Gambang Kromong, tidak hanya diperuntukan untuk musik-musik
daerah tertentu.
Membawakan tiga buah lagu, yaitu Keroncong Kemayoran, sebuah stambul,
dan Gambang Semarang, Altajaru Ensamble menyajikan sebuah bunyi baru yang
terdenganr lebih dinamis dan progresifitas yang variatif walaupun unsur keroncongnya
menjadi samar.
Sang Ikon
Selain para komponis dengan bunyi baru mereka, tak lengkap jika tidak
dihadirkan para “penjaga gawang” musik keroncong. Salah satu yang tampil adalah
Sundari Soekotjo. Penyayi keroncong wanita yang konsisten melestarikan budaya
keroncong.
Sundari sebagai salah satu ikon keroncong Indonesia itu berhasil membuat
Panggung Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki realtif penuh pada hari Kamis, 23
Oktober 2014. Dia membawakan lagu-lagu populer seperti Gethuk, Keroncong Bandar
Jakarta, lalu Sang Maestro, Gesang yaitu Bengawan Solo, dan dua lagu yang
seperti lagu wajib pada acara ini yaitu Keroncong Kemayoran dan Gambang
Semarang. Beliau juga berduet dengan penyayi keroncong betawian, Inesh dan
anaknya sendiri, Intan Soekotjo.
Sundari Soekotjo |
Dengan pembawaan seperti pada acara keroncong di TVRI dan RRI, Sundari benar-benar
membawa panggung keroncong kembali di pertunjukan secara “megah”.
Sebagai seorang yang dapat dikatakan senior di dunia musik keroncong,
Sundari tetap memberi lampu hijau pada para komponis dalam mengutak-atik musik
keroncong menjadi berbagai macam bunyi baru. Dengan bijak dia mengatakan bahwa
dengan anak-anak muda mulai mendekati keroncong dalam membuat karya mereka,
atau menjadikan keroncong sebagai insipirasi musik, maka para pemain keroncong
yang asli seperti dirinya dapat lebih mudah dalam meberikan pengajaran tentang
bagaimana sejatinya musik keroncong yang sebenarnya.
Kurang dikenalnya musik keroncong oleh generasi muda tidak hanya menjadi
tanggung jawab seniman. Namun media, produser, dan pemerintah juga harus ambil
bagian. Kurangnya promosi dan penampilan musik keroncong di panggung publik
yang luas menjadi salah satu faktornya. Dan paradigma keroncong sebagai musik
orang tua juga masih melekat.
Semoga dengan adanya bunyi baru pada musik keroncong ini dapat
mengangkat kembali musik keroncong yang dapat dikatakan sebagai musik Nasional.
Keroncong yang dulu, dengan unsur kekinian demi masa depan tradisi warisan
bangsa.
IndraRama
Jakarta, 26 Oktober 2014
Tidak ada komentar :
Posting Komentar