“Mungkin karena sokongan dana langsung dari satu-satunya lembaga yang berwenang mencetak uang di Indonesia, ya, jadinya gratis”
Museum Bank
Indonesia. Pertama masuk museum ini saya pikir suasana museumnya sama seperti museum
lain yang hanya memajang, ya, hanya memajang. Apalagi tiket masuknya gratis, saya
jadi makin underestimate. Tapi
perasaan itu berubah seketika setelah melewati pintu keluar dan kunjungan usai.
Jadi semakin merasa beruntung telah di “apung-apungkan” dalam sejarah perbankan
dan perdagangan Tanah Air.
Museum yang tidak
hanya memajang salah satunya ya disini. Pertama, dari segi fasilitas, bagi yang
benar-benar ingin mencari info tentang isi museum. Pengunjung tidak perlu
cape-cape membaca karena ada APE (Alat Pemandu Elektronik) yang bisa digunakan
untuk mendengarkan informasi lebih lengkap dari benda pajangan sesuai kode yang
ada. Ada juga ruangan bioskop kecil berkapasitas sekitar 50an orang. Tapi saya tidak
tahu kapan saja movie itu berfungsi
selayaknya bioskop di mall-mall.
Ruang pamer pertama
berisi timeline perkembangan perdagangan
dan perbankan Indonesia dan pembentukan De
Javache Bank yang belakangan melahirkan satu-satunya Bank pencetak Rupiah
yaitu Bank Indonesia. Kemasannya begitu apik di setiap periode. Ada 6 periode
yang dimulai dari penjualan rempah-rempah yang konon harganya setara emas pada
zaman dulu, sampai setelah reformasi.
Di setiap peroiode
diberikan beragam suasana berbeda. Seperti di periode pertama yang menceritakan
nenek moyang kita yang seorang pelaut, maka diberi efek suara pantai, layar
audio visual berupa deburan ombak, dan lagu yang syahdu. Ada juga pada zaman
mempertahankan ekonomi Negara dari penajajah, sound effect-nya yaitu suara
tembak-tembakan yang dijamin membawa kita merasakan semangat perjuangan.
Tapi yang paling
saya suka yaitu periode 5 atau saat krisis moneter. Di ruang ini dipasang LCD
besar yang berjajar berjumlah sekitar 10-15 buah yang masing-masing menampilkan
cuplikan kerusuhan 1998, ledakan-ledakan, dan demonstrasi-demonstrasi lengkap
dengan sound yang “Bumi
Gonjang-ganjing”, banget. Tapi
setelah keluar dari situ kita disambut suara desahan alam yang syahdu sebagai
tanda terlepasnya negara kita dari krisis yang fenomenal. Besar-benar
pengemasan yang apik dan membuat saya terkesan akan perjalanan saya “melintasi
zaman perekonomian NKRI”.
Ruangan lain yaitu
ruangan emas dan numismatik (uang). Saya hanya mengamati detail ruang
numismatik. Pertama kita diberi penjelasan apa itu numismatik dan segala yang
berhubungan. Baru setelah memasuki brankas (pintu ruangan dibuat seperti brankas)
kita dapat melihat perkembangan uang di Indonesia dari zaman kerajaan,
Penjajahan Portugis, Belanda, Jepang, pasca merdeka dengan adanya ORI (Oeang
Republik Indonesia) hingga dikenalnya rupiah yang sekarang. Dari ruang itu saya
jadi tahu bahwa Bank Indonesia terkadang mengeluarkan uang limited edition untuk para kolektor, dan ternyata bapak saya punya
1 uang 50.000 bergambar Pak Harto yang berbahan plastik yang ternyata merupakan
uang edisi khusus peringatan 25 tahun Pembangunan Indonesia.
Berkunjung ke
museum tidak harus membosankan, ini contohnya museum yang benar-benar memenuhi
kriteria tidak membosankan. Tapi di ruang souvenir kenapa, ya, dua kali saya
berkunjung di waktu berbeda penjaganya selalu tidak ada ?
~ Salam Dolan ~
Tidak ada komentar :
Posting Komentar