Winda : “Besok jadinya bisa berangkat jam berapa?”
Saya : “Ya, aku usahain pagi deh. Jam 8 semoga bisa.”
Winda : “Iya, jangan kesiangan nanti sampe Jogja kesorean.”
Begitulah penggalan percakapan mengenai rencana kita ke Jogja. Karena
saya tidak enak langsung pergi pagi-pagi dari rumah nenek, jadi saya tidak bisa
menjanjikan untuk pergi terlalu pagi. Padahal memang enak kalau pergi
pagi-pagi, karena bisa punya waktu lebih banyak di Jogja.
Salah Jalan |
Tapi akhirnya saya bisa menepati janji untuk sampai Banyumanik (start point kita) jam 8 pagi. Saya sudah
dalam perjalanan menuju kesana pada jam setengah delapan. Dengan bus jurusan Solo
yang langsung lewat jalan tol, maka maksimal jam 8 sudah sampai Banyumanik.
Saya pun menelpon dia, memberi kabar kalau saya sudah di jalan. Tapi, jawaban
dia adalah “Loh? Aku belum apa-apa, kamu nunggu dulu aja ya. Pokoknya masih
lama.” Tut-tut-tut, suara telpon kemudian ditutup.
Apa-apaan ini, padahal dia yang ingin sekali berangkat pagi-pagi.
Ternyata dia juga yang telat. Ya sudah, saya menunggu di tempat favorit,
Alfamart Banyumanik. Beli susu, sambil mendengarkan lagu dan melihat hujan yang
rapat walaupun tidak begitu deras. Karena ini trip pertama kita, jadi saya usahakan
sesabar mungkin menunggu, menjaga emosi agar tidak merusak perjalanan. Sampai hampir
jam 9, dia datang dengan motor Vario-nya dan jas hujan lengkap. Tanpa banyak
cakap, apalagi membahas alasan dia telat, langsung kita berangkat.
Saat itu hujan sudah mulai reda, jadi saya berani hanya memakai jaket
anti air. Walaupun akhirnya benar-benar reda saat di Ungaran, tapi dia tidak
saya beri waktu untuk berhenti melepas jas hujannya. Biar saja. Pakai jas hujan
di saat tidak hujan itu sering terjadi di kota-kota besar, katanya mode anti-mainstream. Hi-hi-hi. Baru setelah
sampai Magelang sambil mengisi bensin, dia berganti gaya. Gaya yang katanya
bikin dia mirip Tantri Kotak. Kaos hitam polos dirangkap kemeja flannel
kotak-kotak tak dikancing, celana jeans dan sepatu boot yang dibelinya di
Cibaduyut penuh kegalauan.
Tujuan pertama kita di Jogja adalah Taman Wisata Terpadu di daerah
Kulonprogo, yang lebih dikenal dengan Kalibiru. Untuk menuju kesana sebenarnya
sudah saya track rutenya, yaitu
melewati Ring Road Utara Jogja mengambil arah Wates. Namun entah mengapa baru
sampai Sleman, saat ada plang
bertuliskan Wates, saya malah mengambil jalur itu. Disitulah kesesatan dimulai.
Jalanan disitu sepertinya bukan jalan utama, tapi jalan kampung dengan
sawah-sawah. Pemandangannya memang bagus. Namun minim plang ke arah Wates.
Beberapa kali kita harus berhenti, mengecek GPS yang sinyalnya naik turun. Atau
salah ambil jalan, lalu putar balik. Dan tak jarang bertanya ke orang yang
sebenarnya memberikan info yang tidak terlalu akurat.
Salah satunya kita bertanya di sebuah warung. Disana ada sedikit
perdebatan karena saya bertanya Kalibiru yang menurut dia tidak ada. Adanya
Kaliwiru. Ya sudah, anggap saja itu betul. Meraka menunjukan rutenya. Rute itu
kemudian kita bantah karena ternyata rutenya salah dan kita kembali ke
keyakinan kita dengan memutar lebih jauh.
Begini ilustrasinya secara geometris. Bayangkan ada sebuah persegi
dengan titik sudut ABCD. Titik A ada pada sudut kanan atas dan berurutan searah
jarum jam. Posisi kita ada di titik A. Menurut penjelasan penjaga warung, untuk
menuju Kaliwiru harus menuju titik B. Semakin menuju titik B semakin tidak
jelas jalannya. Berhenti lagi, lihat GPS lagi, lalu memutuskan kalau dari titik
A ke titik D itulah jalan yang benar. Akhirnya kita menuju titik D melalui
titik B dan titik C. Sama dengan mengambil tiga perempat keliling persegi.
Bagus.
Sejak itu kita menuju jalan normal, sampai kemudian tembus juga ke
jalan raya menuju Kulonprogo. Jalan yang sebenarnya sudah saya track namun
harus ada acara nyasar untuk sampai. Biar seru. Setelah itu nyaris tanpa
hambatan, karena plang yang jelas, sampai juga kita di Kalibiru. Tujuan kita,
walaupun melalui sedikit kesesatan.
IndraRama
5
January 2015 01:14
Tidak ada komentar :
Posting Komentar