Bel istrahat berbunyi di sebuah SMP
negeri di pinggiran Jakarta. Membawa kebahagiaan bagi murid-murid. Di bayangan
mereka, es, cilok, cimol dan aneka jajanan sudah memanggil dari kantin.
Tapi tidak bagi Joko. Anak Jawa tulen
itu tidak pernah mempan dihantui promosi abang-abang kantin. Alasannya, dia tak
punya uang lebih. Dia selalu bawa bekal, kadang nasi atau hanya gorengan. Itu
karena ibunya adalah penjual gorengan. Dan terbukti efektif menggantikan uang
jajan Joko.
Bukan berarti Joko tidak bahagia. Hanya
faktornya saja berbeda. Ia bahagia karena ia bisa mengunjungi tempat yang
dianggap "angker" oleh teman-temannya. Perpustakaan. Joko akan betah
menghabiskan jam istirahatnya disana. Ratusan buku adalah "jajanan"
gratisan Joko.
Tapi ada yang unik. Walaupun kantin
Joko adalah perpustakaan, tapi Joko bukan bintang kelas apalagi bintang sekolah.
Dia hanya ada di urutan ke-17 dari 40 siswa di kelasnya.
Siang itu penjaga perpustakaan
menyindir. "Pantes, Jok, kamu enggak
rangking, orang bacaannya begituan terus." Sambil menunjuk novel kuno yang
dibaca Joko.
Joko menimpali acuh."Saya baca
bukan ingin jadi juara kelas, Bu. Saya baca karena ingin buat buku sendiri biar
punya buku tanpa harus beli." Penjaga perpustakaan hanya tertawa mengejek.
Memang pemikiran Joko agak sulit diterima orang-orang normal. Tapi… Joko
serius.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar