Di suatu pagi. Matahari
begitu sombong memandangi para caleg yang harap-harap cemas menjelang waktu
pencoblosan. Tak terkecuali Pak Umar, caleg dari sebuah partai yang baru saja
mengeluarkan uangnya lagi. Uang hasil menggadaikan sertifikat rumahnya yang
sudah ia tetapkan sebagai modal investasi untuk turun jabatan dari rakyat
menjadi wakil rakyat.
Dua juta rupiah untuk
dua puluh remaja teman sepermainan anaknya. Dengan syarat sangat mudah, tinggal
coblos saja Partai Maju dan caleg nomor urut empat pada surat suara berwarna
biru atau DPRD Provinsi.
Salah satu penerima
politik uang itu adalah Erwin. Remaja yang baru pertama kali ini mencoblos
karena baru cukup umur. Di rumah Pak Umar, Erwin dan teman-teman serombongannya
menerima uang itu.
Setelah pencoblosan
beres. Erwin langsung pergi ke warung dan membeli satu slop rokok untuk stoknya
nongkrong dari uang itu.
Beberapa hari
kemudian, saat ia sedang asik menikmati rokoknya. Sebuah kabar datang dari
temannya.
“Pak Umar stress, dia
gagal jadi caleg katanya. Tadi aku habis dari rumahnya.” Kata temannya.
“Memang pada nyoblos
Pak Umar enggak ?” Tanya anak lain.
Erwin dengan santai
menjawab.
“Sudahlah, salah
sendiri curang, bagi-bagi duit. Aku mah
nyoblosnya merem.” Dihisapnya lagi rokok
amal dari Pak Umar itu.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar