Rabu, 13 November 2013

Museum dan Mesum

“Mirip-mirip sih kedua kata itu, tapi bukan kemiripan katanya yang disoroti, melainkan bagaimana bisa museum menyediakan “fasilitas” mesum ?”


Miniatur GedungTidak ada niat untuk menjatuhkan sama sekali, tapi memang ini yang saya lihat ketika saya berkunjung ke Museum Bank Mandiri, masih di Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat dan masih dalam misi keliling museum di Jakarta. Museum ini berisi sejarah dari salah satu Bank Swasta yang terkenal di Indonesia saat ini, yaitu Bank Mandiri. Saya juga pernah jadi nasabah disini karena ATM-nya ting telecek (ada dimana-mana).

Karena hanya bermaksud berkeliling dan sekedar melihat-lihat, jadi saya tidak terlalu membaca penjelasan dari tiap-tiap yang dipajang. Untuk dapat akses masuk, saya cukup membayar 5000 rupiah (harga normal museum di Jakarta). Kalau nasabahnya gratis, lho, dengan menunjukan kartu ATM.

Di belakang loket adalah ruangan luas tanpa sekat dimana terpajang peralatan perbankan dari masa ke masa. Mulai dari sebelah kiri, ada mesin hitung manual (sempoa), mesin potong, mesin ketik, dan foto copy. Terus bergeser ke arah kanan, semakin modern peralatannya karena sudah dipajang peralatan bebasis komputer. Yang saya heran kenapa dipajang juga motherboard, hardisk, RAM dan lain-lain.

Selain peralatan ada juga pegawai-pegawai yang dikutuk menjadi patung lilin. Hehehe. Dengan berbagai pose dan mimik wajah, mereka seakan melayani pengunjung. Ada juga foto-foto dan maket gedung ini serta patung Dewa Hermes. Dewa perdagangan dalam mitologi Yunani.

Minggu, 10 November 2013

Sejarah Perkembangan Sang Ibu Kota

“Bangunan sentral di kawasan Kota Tua, Jakarta yang letaknya di areal Taman Fatahillah ini mencatat perkembangan kota pelabuhan yang sekarang menjelma menjadi kota metropolitan, Jakarta”


Bangunan Museum Sejarah JakartaJelajah museum kali ini saya menyambangi museum yang banyak orang salah dalam menyebutkan namanya. Seperti halnya Museum Gajah yang sebenarnya adalah Museum Nasional, museum ini pun nama aslinya adalah Museum Sejarah Jakarta. Tapi, museum yang terletak di Jalan Fatahillah ini lebih dikenal dengan nama Museum Fatahillah. Ternyata disamping karena letaknya, penamaan tersebut untuk mengenang pemberi nama Jayakarta yang tadinya Sunda Kelapa yaitu Pangeran Fatahillah dari kerajaan Demak tahun 1526.

Museum yang menempati bangunan bergaya neo-klasik ini dulunya adalah kantor balai kota Batavia pada masa kolonial Belanda lengkap dengan penjara bawah tanahnya. Dari luar, tampak kesan bangunan klasik khas Belanda yang pembangunannya dimulai tahun 1620, dengan kubah yang ada arah mata angin di ujung atapnya dan serambi di kedua sisinya. Sekarang bangunan ini diperuntukan sebagai ruang pamer pada lantai 1 dan 2, dan ada taman, kantor administrasi, dan kantin di bagian belakangnya.

Melewati gerbang sejarah (baca : pintu masuk), kita langsung disambut penjaga loket. Dengan membayar tidak lebih dari 5000 rupiah kita sudah mendapat ijin menembus zaman -zaman perkembangan Jakarta.Untuk mendapatkan informasi yang lebih efisien sebaiknya kita mengikuti peta yang sudah menujukan nomor ruangan yang diurutkan berdasarkan zaman. Di lantai 1, kita bisa mulai dengan memasuki ruangan sebelah kanan dari loket. Disana ada informasi mengenai Jakarta, foto gubernur (baru sampai Bang Yos) dan ada warung rokok pinggir jalan. Tapi sayang, tidak dijelaskan mengapa warung pojok dan becak dipajang disana.