Rabu, 09 Oktober 2013

Isinya Kuno Kemasannya pun Kuno

“Sebenarnya ini karena memang konsep museumnya yang kuno atau karena tidak ada perhatian buat pembenahan”


BimaSaya tidak tahu padahal wayang merupakan warisan budaya (walaupun bukan asli) yang penuh dengan falsafah hidup. Tapi kenapa wadahnya tidak dibuat menyatu dengan perkembangan zaman. Padahal budaya itu kan sesuatu yang bergerak, jadi terus berkembang tanpa mengurangi nilai historis dan kekhasannya. Ya, Museum Wayang (MW) di kawasan Kota Tua Jakarta Barat yang mamajang (hanya memajang) berbagai wayang (boneka). Selain wayang-wayang dari Indonesia, MW juga memajang boneka-boneka India, Cina, Eropa dan ada ondel-ondel juga. Boneka-boneka disini hanya ditaruh di dalam etalase kaca dengan sedikit penjelasan yang tidak terarah dan tidak tertata rapi.

MW terdiri dari 2 lantai dimana lantai pertama adalah ticketing dengan beberapa wayang golek. Di lantai satu hanya ada satu lorong dan di ujung lorong ada tangga kayu menuju lantai 2. Di pengujung tangga ada lukisan kaca bergambar perang Baratayuda namun tanpa penjelasan apa-apa. Jadi hanya sedikit yang menyimpulkan itu.

Lantai 2 memajang beragam wayang. Ada cerita singkat yang menggambarkan kelahiran Gatotkaca yang merupakan putra Bima dengan Ratu Raksasa, Dewi Arimbi. Ceritanya bersambung pada masing-masing etalase tapi hanya diurutkan berdasarkan nomer dan kita tidak dibawa hanyut merasakannya karena etalasenya pun tidak disusun berurutan. Selain itu ada cerita lepas dengan adegan-adegannya, tapi sayangnya tidak dijelaskan dimana posisi tokoh. Jadi kita tidak tahu mana Arjuna, mana Durna, dan mana Abimanyu pada cerita pembunuhan Abimanyu yang menyulut kemarahan sang ayah Arjuna. Dan pada ujung lantai 2 ada beragam boneka dari luar negeri, kaligrafi bergambar, dan topeng-topeng dari beragam daerah di Indonesia. Ada juga satu set gamelan.

Padahal wayang jika digali maknanya dan disajikan dengan apik bisa menambah pengetahuan tentang kearifan, budi pekerti dan sifat satria para tokoh wayang seperti yang digambarkan oleh tokoh-tokoh pandawa 6 (Pandawa 5 plus 1 sulung Pandawa Adipati Karna). Sayangnya belum tersaji baik di Museum Wayang ini, sehingga keluar dari sana tidak ada sesuatu yang benar-benar menempel selain kusamnya lantai Museum.

Pertunjukan Wayang Kulit

Tapi 1 hal yang menarik, disana rutin ada pertunjukan wayang setiap hari Minggu di ruang pertunjukan dekat souvenir shop dan pintu keluar. Tentu itu wajib adanya karena wayang sejatinya adalah seni pentas. Tapi yang menjadi pertanyaan kenapa tidak ada wayang orang yang dipajang disana ya ? Hehehe






Tidak ada komentar :

Posting Komentar