Rabu, 02 Oktober 2013

Yang Bagus Ternyata Malah Gratis

“Mungkin karena sokongan dana langsung dari satu-satunya lembaga yang berwenang mencetak uang di Indonesia, ya, jadinya gratis”


Logo BI dari masa ke masaMuseum Bank Indonesia. Pertama masuk museum ini saya pikir suasana museumnya sama seperti museum lain yang hanya memajang, ya, hanya memajang. Apalagi tiket masuknya gratis, saya jadi makin underestimate. Tapi perasaan itu berubah seketika setelah melewati pintu keluar dan kunjungan usai. Jadi semakin merasa beruntung telah di “apung-apungkan” dalam sejarah perbankan dan perdagangan Tanah Air.

Museum yang tidak hanya memajang salah satunya ya disini. Pertama, dari segi fasilitas, bagi yang benar-benar ingin mencari info tentang isi museum. Pengunjung tidak perlu cape-cape membaca karena ada APE (Alat Pemandu Elektronik) yang bisa digunakan untuk mendengarkan informasi lebih lengkap dari benda pajangan sesuai kode yang ada. Ada juga ruangan bioskop kecil berkapasitas sekitar 50an orang. Tapi saya tidak tahu kapan saja movie itu berfungsi selayaknya bioskop di mall-mall.

Ruang pamer pertama berisi timeline perkembangan perdagangan dan perbankan Indonesia dan pembentukan De Javache Bank yang belakangan melahirkan satu-satunya Bank pencetak Rupiah yaitu Bank Indonesia. Kemasannya begitu apik di setiap periode. Ada 6 periode yang dimulai dari penjualan rempah-rempah yang konon harganya setara emas pada zaman dulu, sampai setelah reformasi.


Di setiap peroiode diberikan beragam suasana berbeda. Seperti di periode pertama yang menceritakan nenek moyang kita yang seorang pelaut, maka diberi efek suara pantai, layar audio visual berupa deburan ombak, dan lagu yang syahdu. Ada juga pada zaman mempertahankan ekonomi Negara dari penajajah, sound effect-nya yaitu suara tembak-tembakan yang dijamin membawa kita merasakan semangat perjuangan.

Periode 5 Masa Krisis MoneterTapi yang paling saya suka yaitu periode 5 atau saat krisis moneter. Di ruang ini dipasang LCD besar yang berjajar berjumlah sekitar 10-15 buah yang masing-masing menampilkan cuplikan kerusuhan 1998, ledakan-ledakan, dan demonstrasi-demonstrasi lengkap dengan sound yang “Bumi Gonjang-ganjing”, banget. Tapi setelah keluar dari situ kita disambut suara desahan alam yang syahdu sebagai tanda terlepasnya negara kita dari krisis yang fenomenal. Besar-benar pengemasan yang apik dan membuat saya terkesan akan perjalanan saya “melintasi zaman perekonomian NKRI”.

Ruangan lain yaitu ruangan emas dan numismatik (uang). Saya hanya mengamati detail ruang numismatik. Pertama kita diberi penjelasan apa itu numismatik dan segala yang berhubungan. Baru setelah memasuki brankas (pintu ruangan dibuat seperti brankas) kita dapat melihat perkembangan uang di Indonesia dari zaman kerajaan, Penjajahan Portugis, Belanda, Jepang, pasca merdeka dengan adanya ORI (Oeang Republik Indonesia) hingga dikenalnya rupiah yang sekarang. Dari ruang itu saya jadi tahu bahwa Bank Indonesia terkadang mengeluarkan uang limited edition untuk para kolektor, dan ternyata bapak saya punya 1 uang 50.000 bergambar Pak Harto yang berbahan plastik yang ternyata merupakan uang edisi khusus peringatan 25 tahun Pembangunan Indonesia.

Berkunjung ke museum tidak harus membosankan, ini contohnya museum yang benar-benar memenuhi kriteria tidak membosankan. Tapi di ruang souvenir kenapa, ya, dua kali saya berkunjung di waktu berbeda penjaganya selalu tidak ada ?

Uang Khusus Pak Harto


~ Salam Dolan ~


Tidak ada komentar :

Posting Komentar