Sabtu, 07 Maret 2015

Semak Daun (2) – Serasa Pulau Pribadi

Welcome to Semak Daun
Terbangun di Pulau Semak Daun sekarang 6:00 cerah. Kalau di media sosial Path, banyak sekali yang mengupdate moment seperti itu. Matahari, walaupun sedikit malu-malu dari balik awan, tetap bekerja dengan baik memantulkan cahayanya pada pasir putih yang lembut di pulau ini. Menuju bibir pantai, lautan biru terhampar seperti tanpa batas. Ketenangan begitu terasa kala menyaksikan gelombang yang tenang.

Terletak tak jauh dari pulau Pramuka, Pulau Semak Daun dapat dikunjungi dengan kapal sewaan. Tidak ada kapal umum yang menuju kesini. Tapi setelah sampai disini, dijamin tidak akan menyesal. Pulaunya yang kecil dapat dikelilingi hanya dalam waktu tak lebih dari 30 menit. Pasirnya lembut. Pantainya jernih dan katanya bebas bulu babi. Tak heran pengunjung lain banyak yang berenang menggunakan alat snorkeling disana. Karena tidak adanya “kehidupan” disana, jadi dapat merasakan pulau itu serasa milik pribadi.

Beberapa dari kita ada yang berkeliling, ada yang berfoto di jembatan yang berfungsi sebagai dermaga tempat labuhan kapal. Saya memilih berkeliling, menyusuri setiap sudut dan lingkar pantainya.

Namun tempat sesepi ini pun tak luput dari sampah. Ada satu sudut dimana sampah-sampah menumpuk disana. Sampah-sampah itu butuh perhatian dari semua pihak, selain kesadaran pengunjung juga kemauan pengelola dan pemerintah untuk terus menjual keindahan tanpa cacat.

Sampah
Memang, selain keindahan yang ditawarkan, tidak ada lagi yang bisa dilakukan disana. Karena tidak ada yang lain selain pantai, semak dan dedaunan, dan laut yang bersahabat. Puas berfoto dan menyantap sarapan, kita lantas bersih-bersih badan dan bersiap menuju spot snorkeling terakhir hari ini. Kapal penjemput pun sudah siap di dermaga.

Wisata Hari Kedua

Spot snorkeling kali ini ikannya cukup banyak. Spotnya juga lebih jernih daripada spot snorkeling sebelumnya. Ditambah lagi, kita snorkeling di pagi hari dan tidak dalam keadaan lelah. Jadi semangatnya lebih.

Snorkeling memang wisata yang paling dijual di Kep. Seribu. Karena gelombangnya yang tenang dan spotnya yang relatif banyak. Selain itu, snorkeling juga cukup aman bagi yang tidak dapat berenang sekalipun. Berbeda dengan diving yang memerlukan keahlian khusus bahkan lisensi.

Waktu memang selalu menjadi pembatas setiap kegiatan. Kali ini pun, karena waktu sudah siang dan kapal menuju ke Jakarta hanya berangkat satu kali dalam sehari, kita harus mengakhiri kegiatan kita.

Namun, sebelum kembali ke Pulau Pramuka, kita diajak mampir sejenak ke penangkaran hiu. Walaupun tidak dapat disebut penangkaran, melainkan hanya sebuah kolam hias dari sebuah rumah makan dan penginapan terapung.

Perjalanan pulang memunculkan kekhawatiran bagi saya dan teman-teman saya yang muntah saat berangkat. Walaupun sudah diberi tahu oleh Pak Amin, kalau pulang gelombang tidak begitu besar, namun tetap saja kita khawatir.

Untuk mengatasinya, saya memilih berada di haluan kapal. Dengan harapan goncangan tidak terlalu besar dan ada udara segar. Alhasil, saya dan kedua teman saya, Anggara dan Alicia berjajar tiduran di haluan kapal. Melihat matahari, gelombang, langit biru, pesawat terbang, dan burung camar yang sesekali terbang rendah menyambar ikan.

Jembatan Semak Daun

Tiga jam perjalanan berhasil saya lalui tanpa mual apalagi muntah. Tapi dampaknya kulit terbakar matahari siang yang terik. Gedung-gedung mulai terlihat, menandakan Jakarta dan segala hiruk pikuknya sudah dekat. Perjalanan ke Semak Daun berakhir membawa garam yang terasa di badan dan mulut.


IndraRama
Jakarta, 7 Maret 2015 10:25




Tidak ada komentar :

Posting Komentar