Kamis, 04 Juni 2015

Membangunkan Matahari di Atap Jawa Tengah

Atap Jawa Tengah. Bukan sesuatu yang berlebihan menyematkan julukan tersebut pada Dataran Tinggi Dieng yang membentang di daerah Wonosobo dan Banjarnegara, Jawa Tengah. Secara etimologis, nama Dieng saja sudah berarti tempat bersemayamnya para dewa yaitu dari kata “di” yang berarti tempat, dan “hyang” yang berarti dewa.

Para Pendaki (Dok. Pribadi)
Magnet wisata tempat ini memang begitu kuat. Tak hanya wisatawan lokal, wisatawan luar Jawa Tengah dan wisatawan asing pun tertarik menikmati kawasan yang serba hijau dan dikelilingi pegunungan ini. Wisata candi, kawah, dan bagi yang ingin berusaha lebih keras, terdapat juga gunung.

Gunung Prau. Di puncaknya yang luas kita dapat membangunkan matahari dari tidurnya. Menyambutnya untuk mulai bekerja memberi kehidupan di bumi. Sudah pasti rata-rata tujuan para pengunjung gunung dengan titik tertinggi 2.565 mdpl ini adalah mencari sunrise. Fajar. Matahari terbit.

Mendung memang sudah menyelimuti dari tempat kita memulai perjalanan yaitu Semarang. Baru setengah perjalan menuju Desa Tambi yang akan langsung tembus ke jalan utama Dieng, hujan sudah menyambut. Hujan berhenti, kabut turun. Jarak pandang tak seberapa jauh. Namun, perjalanan tetap berlanjut dan tidak ada masalah sampai kita semua tiba di Desa Patak Banteng, dan kemudian disambut hujan cukup deras.


Desa Patak Banteng merupakan salah satu dari dua titik pendakian gunung Prau yang saya ketahui. Titik yang lain yaitu melewati jalur Dieng. Tepat sebelum pintu masuk kawasan wisata Dieng.

Ramai

Gunung memang sekarang sudah tidak hanya dikhususkan bagi para petualang. Sudah bukan sesuatu yang “wah” lagi mendengar orang berhasil sampai ke puncak sebuah gunung. Terutama gunung dengan tipikal seperti Gunung Prau ini.

Dengan trek yang terbilang mudah, walaupun bagi sebagian orang sulit, namun paling tidak trekknya sudah tertata rapi. Gunung Prau juga memiliki citra pemandangan yang memukau setelah berada di puncak, yang dikenal dengan bukit Teletubies. Puncak berupa bukit berundakan dengan view gunung-gunung di Jawa Tengah. Puncak Sindoro, Sumbing, Lawu, Merbabu, tampak berjajar menghiasi langit dari puncak Prau.

Ramainya Pendakian (Dok. Pribadi)

Daya tarik itulah yang saat itu (3/4) menarik tak kurang dari 4000 orang untuk mendaftar di pos pendakian gunung Prau. Kita pun mendaki secara rombongan. Dengan agenda reuni pendakian semasa kuliah, ditambah teman-teman lain, kita jadi ber-15.

Pendakian dibagi dua kelompok. Kelompok saya dengan lima anggota jalan belakangan karena harus menunggu satu teman. Pukul 22.00, kita berlima mulai jalan. Pendaki memang tak habis-habisnya semenjak sore. Cahaya lampu senter terlihat terus berjajar sepanjang malam di jalur pendakian. Dampaknya, tentu saja, mengharuskan kita mengantri di jalur pendakian yang biasanya hanya selebar dua orang.

Perjalanan normal hingga ke puncak memakan waktu 2-3 jam. Namun kita memakan waktu hingga 5 jam karena kita berjalan super santai ditambah jalur yang licin karena habis hujan. Kita banyak sekali istirahat, bahkan saya sempat berlama-lama melihat bulan yang malam itu dikelilingi halo. Berupa cincin berwarna pelangi.

Tiba di puncak, sepanjang mata memandang di tengah kegelapan dini hari, warna-warni tenda tak ada habisnya. Padat sekali. Bahkan mencari tempat mendirikan tenda yang nyaman pun sulit.

Pemandangan Puncak Prau (Dok. Pribadi)

Mulai tidur hanya satu jam sebelum aktifitas penyambutan fajar, membuat saya malas keluar tenda. Walaupun berbagai cara digunakan teman saya untuk membangunkan saya.

Saya hanya sempat mengintip dari dalam tenda dan mendapati mentari yang perlahan bergerak menuju langit. Membias jingga diatara awan mendung dan kabut yang perlahan menebal. Terpancar dari balik kerucut-kerucut puncak-puncak gunung.


Tak perlu waktu lama untuk selamanya mengagumi keindahan pemandangan dari puncak Prau. Kemudian saya ditinggal teman-teman saya berfoto. Suasana menjadi tenang untuk saya tidur lagi dan melajutkan menikmati fajar dari alam mimpi. 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar