Jumat, 09 Januari 2015

Tentang Perjalanan

Perjalanan atau trip atau travelling sejatinya bukan hanya soal tujuan. Banyak faktor yang membangun keseruan perjalanan itu. Seperti dengan siapa kita jalan dan yang paling penting adalah perjalanan itu sendiri. Bukankah orang bijak berkata bahwa tujuan bukanlah utama, namun proseslah yang paling utama. Saya setuju dengan itu. Proses adalah sebuah hal yang perlu dinikmati. Namun, apakah proses itu hanya dinikmati lalu menguap, dan jadi cerita seperti dongeng mulut ke mulut? Bagi saya tidak untuk itu, kita perlu merekam dan mecatatnya sebagai cerita, sejarah, kenangan atau apapun penamaan yang pantas. Dan untuk merekam itu semua, tulisan adalah media yang tepat.


Travel Quotes

Tiap momen yang tidak terekam kamera, handycam atau alat apapun, bagi yang senang bercerita akan terekam dalam imjinasinya. Lalu akan tersimpan. Dan menuliskan nikmatnya perjalanan, dari mulai merencanakan hingga pulang lagi, akan menghasilkan sebuah rekaman untuk kemudian dibaca kembali dan dikenang.


Saya tidak mengatakan bahwa tulisan lebih penting dari foto. kamera memiliki peran dalam merekam momen visual tentang tempat yang kita kunjungi. Namun, bagi saya imajinasi dengan otak kita lebih luas dan bebas dalam merekam setiap momen dalam perjalanan. 

Pertemuan

Perjalanan saya kali ini adalah (lanjutan dari) rangkaian pertemuan dengan teman baru. Sebut saja Winda (bukan nama samaran). Saya baru bertemu dengannya dua kali. Pertama saat berkenalan di Dieng. Itu pun hanya sepintas. Bersalaman, kenalan nama dan saya harus pulang. Lalu pertemuan kedua memang saya sengaja. Di Bandung, saat dia dan teman-temannya sedang jalan kesana. Kesan saya waktu itu, dia orangnya pecicilan. Bisa di katakan spirit booster bagi teman-teman seperjalanannya. Karena selelah apapun, dia terlihat asik saja. Tapi… saat lihat sepatu di toko, nalurinya mungkin bisa lebih kuat daripada naluri membunuh serigala. Jangan-jangan dia cantik-cantik serigala. He-he-he.

Tiga minggu setelah dari Bandung, saya yang merencanakan mau pergi ke Semarang dan minta ditemani jalan. Akhirnya Jogjakarta menjadi pilihan yang disetujui bersama. Sebenarnya banyak daftar tempat yang ingin kami kunjungi. Namun pada akhirnya karena ketebatasan waktu, maka hanya empat tempat wisata yang kami datangi.

Saya berangkat dari Jakarta menuju Semarang. Ah Semarang, kota yang akan selalu akan saya kunjungi. Selain karena keluarga saya berasal dari Semarang, juga karena Semarang beserta sudut kota dan jalanannya begitu penuh kenangan. Dan kali ini salah satu misi saya yaitu membuat kenangan baru. Rasanya belum tepat disebut “kenangan”, mungkin membuat “cerita” baru lebih tepat.


Supernova
12 Desember 2014. Siang hari sekitar jam 14:00 saya menghirup udara Semarang lagi. Sesuai rencana awal, saya menunggu dijemput dan akan pergi menonton film. Supernova – Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh jadi sasaran kita. Film yang diangkat dari novel Supernova seri pertama karya Dewi Lestari. Serial Supernova ini salah satu sastra modern yang menarik perhatian saya. Awalnya hanya karena sampulnya yang hanya berwarna hitam dengan simbol-simbol “aneh” di tengahnya. Atas rekomendasi teman saya, akhirnya saya mencicipi seri pertamanya, Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh (KPBJ). Kemudian saya jatuh cinta dan mengikuti serinya hingga sekarang sudah seri kelima berjudul Gelombang. Dan kali ini saya akan menonton filmnya, bersama Winda.

Setelah sedikit bertegur sapa di pinggir jalan dekat Stasiun Semarang Poncol, kita langsung menuju bioskop yang ada di Mall Paragon. Mall? Dengan pakaian begini? Saat itu saya pakai kemeja, celana jeans yang dipotong pendek dan sobek-sobek, muka kucel dan bawa tas carrier. Tapi saat masuk Mall dia malah bilang, “Dulu waktu di Ciwalk (Bandung), juga aku sama temen-temenku setelannya begitu. Apalagi temenku celananya lebih parah dari kamu.” Oke, itu membuat saya pede sampai mengantri tiket di XXI Paragon Mall. Buat mengurangi kekucelan, saya memanfaatkan kamar mandi ruang tunggu untuk cuci muka.

Akhirnya kita nonton, untuk pertama kali, di pertemuan yang baru kedua kali. Karena filmnya tentang percintaan dan saya menonoton bersama lawan jenis. Jadi ada imajinasi untuk mengganti tokoh di film menjadi saya dan… (Masih dalam imajinasi dan tidak untuk dibagikan.) He-he-he. 

Saya merasa tidak terlalu puas karena saya sudah memiliki imajinasi tentang jalan ceritanya melalui novel. namun beberapa hari selanjutnya saya mengerti mengenai perbedaan novel dan film dalam membagun imajinasi pembaca dan penonton. Dan, hari itu ditutup dengan makan soto dan perpisahan yang terasa canggung dan malah terlihat formal. Tapi akhirnya kita melakukan tos dengan mengepalkan tangan, seperti pertama kita lakukan di toko sepatu di Cibaduyut. 

Awal pertemuan yang menarik, sebelum keesokan harinya berlanjut ke yang lebih menarik lagi. Goes to Jogja.



IndraRama
29 Desember 2014

Tidak ada komentar :

Posting Komentar